Selasa, 04 Agustus 2009

Ngambil Laba-laba dari Rambutnya Bu Diah

Ini pengalaman yang cukup berkesan di awal tahun ajaran kelas XII sekarang ini. Di sekolahku tercinta SMA Kristen Petra 1 Surabaya tiap tahunnya mewajibkan siswa-siswi baru peserta MOS untuk menampilkan talent show yang dibawakan per kelas. Yang bikin sebal, sejak tahun lalu, Itu talent show busuk jadi wajib diliat juga sama anak-anak kelas XI dan XII. Duh, pasti ngebosenin, pikirku. Buang-buang waktu saja. Yang punya hajat kan anak kelas X, napa kita-kita yang kakak kelas harus ikut liat juga. Dan memang kebosanan itu pasti terjadi. Maka dari itu, aku uda sedia headset buat dengerin lagu. Mending daripada liatin talent show gak guna dengan tatapan kosong.

Talent shownya diadain di Ruang Auditorium Lantai 2. Asal tau aja, SMA Petra 1 tempatku sekolah ini merupakan satu-satunya Petra yang punya auditorium. Biasanya dipake buat pensi, kebaktian, pelepasan, atau acara gak guna kayak talent show. Petra-Petra lain kadang juga nyewa lho kalau mereka buat acara. Pernah aku mikir gini, mungkin kakak-kakak kelas wajib liat talent show ini supaya ruangan auditorium yang gede itu bisa terliat penuh, buat menuh-menuhin gitu. Luas lho auditoriumnya. Ada lantai 2 juga. Ruangan backstage yang ada tangganya yang terhubung entah kemana, gak jelas (aku tau soalnya waktu pensi 2008 lalu, aku ngisi acara ngeband, jadi bassist. Nah, waktu itu aku lagi nyari teman-teman anggota band yang lain di backstage, pada kemana sih kok ilank… Trus pas aku tanya seorang temanku, katanya mereka pada di atas, ya udah aku naik terus lewat tangga asing itu. Naik terus kok gak ada orang, karena gak ada apa-apa aku turun deh. Konon katanya itu tangga nyambung ke ruangannya cleaning service di lantai 4) Pintu masuknya sendiri ada 4. Kalau masyarakat umum mau nyewa juga boleh kok. Berminat? Hehe…(kok jadi promosiin sekolah??)

Jadi ceritanya itu, pas talent show, kelasku duduk di ujung sendiri dekat pintu masuk (yang juga difungsikan sebagai pintu keluar kalau uada buyar) Dan di ujung sendiri itu ada banyak guru yang duduk menyebar di sekitar tempat kelasku duduk. Duh, apezz jadi gak isa dengerin lagu. Takut disita ntar. Jadilah saya menerima nasib dengan melihat talent show busuk itu sambil mengutuki dalam hati kelas-kelas yang talent shownya jelek dan membosankan.
Talent show ini diselingi istirahat di tengah-tengah. Setelah istirahat harus balik. Duduknya gak boleh pindah dan tetap di posisi kelas masing-masing. Nah, disinilah cerita dimulai. Setelah istirahat itu, tiba-tiba tempat duduk di depanku didudukin sama Bu Diah, wali kelasku sendiri. Meskipun posisi kursi ruang Auditorium itu kayak di bioskop, makin ke depan makin turun gitu, tetap aja keliatan kepalanya Bu Diah. Alih-alih liatin talent show (yang kebetulan mbosenin) aku liatin rambutnya Bu Diah. Rambutnya rapi banget, halus gitu. Dulu rambutku juga kayak gitu lho, tapi sejak potong pendek jadi kayak ekor bebek gitu. Makanya sekarang aku bertekad panjangin rambut. Kapan ya rambutku balik lembut lagi…? Pas mikir kayak gitu, aku liat ada laba-laba yang meraya-rayap di puncak kepalanya Bu Diah. Aku liatin lebih teliti, buat yakinini diri kalau itu benar laba-laba. Ternyata benar laba-laba. Hwaduh… Aku bingung sekarang… Diambil gak ya??? Bukannya aku takut buat megang laba-labanya, tapi kan rasanya gak sopan banget megang-megang kepala orang, guru lagi, wali kelas sendiri pula, orang yang harusnya dihormatin. Selama sekian detik aku terus ngamatin itu laba-laba. Jalan-jalan di rambutnya. Batinku gak tenang nih, kan kasian, tapi gak sopan juga. Tiba-tiba, gak tau dapat keberanian darimana, aku bilang sama Bu Diah, “Permisi Bu, ada laba-laba di rambutnya Bu Diah.” Sebelum kalimat itu berakhir (dan sebelum keberanian, atau kenekatanku hilang) aku julurkan tangan dengan tenang dan langsung ngambil itu laba-laba dari rambut Bu Diah. Cepat-cepat aku tunjukin itu laba-laba di tanganku ke Bu Diah (takutnya beliau mengira aku bohong dan cari kesempatan buat isenk megang-megang kepalanya.) Beliau sempat bingung dan kaget pas aku bilang tadi. Hahaha… akhirnya lewat juga itu dilema. Laba-labanya sebenarnya jenis yang kecil banget itu lho, yang kakinya tipis banget. Untung banget itu jenis yang kecil, jadi aku masih berani pegang. Kalau misalnya itu jenis yang normal bukan yang tipis gitu, aku mungkin gak berani nangkap. Karena gak berani nangkap, mungkin aku bakal ngusir dengan cara melambai-lambaikan tangan di atas kepala Bu Diah. Bisa bayangkan yang terjadi? Rambut beliau yang bagus itu bakal jadi berantakan. Hohoho…

Demikian pengalaman saya menangkap seekor laba-laba dari rambut seorang guru Matematika di SMA Kristen Petra 1 Surabaya. Atas kesediaan membaca saya ucapkan terima kasih. Sampai jumpa di posting kisah jayus lainnya.

-xordfreax [Wendy] 娉婷-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar